Sepak Terjang NU Mengawal NKRI

Selasa, 09 Agustus 2011


NU: Ideologi Pancasila tak bisa ditawar lagi
Polemik yang mengguncang bangsa Indonesia sangatlah variatif. Seperti isu gerakan  organisasi Negara Islam Indonesia (NII). berkeinginan merubah konsep ideologi Pancasila menjadi ideologi islam sebagai dasar  Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Persolan itu membuat  rakyat Indoensia sedikit mengalami  penolokan dari grassroot  sampai dengan golongan elit di negeri  pluralis ini.Padahal ideologi Pancasila  sebagai dasar  NKRI telah diterima secara luas dan telah bersifat final bahkan boleh dikatakan harga mati . Bagaimanakah peran NU dalam memperjuangkan dan mempertahankan Ideologi Pancasila sebagai dasar NKRI ?

Hal ini kembali ditegaskan dalam Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 tentang pencabutan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) No. II/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan penetapan tentang penegasan Pancasila sebagai dasar negara. Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 tentang peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan  MPR.. Selain itu Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil kesepakatan bersama para pendiri bangsa yang kemudian sering disebut sebagai sebuah “Perjanjian Luhur” bangsa Indonesia. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia  sehingga pada tanggal 1 Juni dikenal dengan hari lahir Pancasila yang diperingati oleh rakyat Indonesia.

Peran Nahdhatul Ulama (NU) dalam pembentukan Negara Kesatuan  Republik Indonesia tidak diragukan lagi bahwa peranan NU dalam pembentukan NKRI sangat berperan aktif dalam pergerakannya. NU bukan hanya organisasi yang berbicara masalah keagamaan yang menjunjung nilai-nilai tradisionalis. Namun, NU juga berbicara mengenai motif Nasionalisme atau kemerdekaan atas Negara yang pada waktu itu dijajah oleh colonial Belanda.
“NU memang ikut  perperan aktif berjuang untuk memerangi penjajah di negera Indonesia. Kerena NU tidak hanya berjuang didalam persolan agama saja. Namun NU juga bergerak dalam bidang kebangsaan,” terang Ketua Tanfidiyah PCNU Kabupaten Probolinggo Kiai Saiful Hadi.  
Menurut  Kiai Saiful Hadi bahwa Nahdhotul Ulama memiliki peran penting didalam  menjaga dan mempertahankannya. Bahwa di masa proklamasi kemerdekaan,  berdebatan sengit mengenai bentuk Negara yang dimulai dari tahun 1920-an, akhirnya memuncak saat Jepang menyerah pada bulan Agustus 1945. Sebenarnya bukan hanya bentuk Negara yang diperdebatkan, akan tetapi banyak hal lain yang diperdebatkan mengenai jati diri negar kedepannya, antara lain : mengenai batas wilayah, bentuk Negara, dan bentuk pemerintahan.
Ia juga mengatakan, bahwa presiden Soekarno meletakan dasar Negara dengan dasar 5 sila atau yang masyhur disebut dengan pancasila. Peranan NU dalam melegalkan pancasila ini tercermin dalam diskusii antara Soekarno, kiai Wahab Hasbullah, kiai Masykur dan kahar Muzakar yang berkesimpulan bahwa 5 sila tersebut representasi dari ajaran Islam. “Tetapi titik tekan yang dilakukan oleh para pemimpin Islam tersebut lebih kepada persatuan Indonesia yang terdiri dari beberapa agama dan banyak suku bangsa yang tersebar luas di belahan nusantara,” ungkap Saiful Hadi.

Pada masa itu menurut Ketua PCNU Kabupaten Probolinggo,  Pancasila kembali menimbulkan diskursus dengan golongan islam kanan dan golongan nasionalis, hingga pada akhirnya Soekarno memanggil panitia 62 kemudian membentuk panitia kecil yang terdiri dari 9 orang yang akan membahas kompromi antara kaum islam dan nasionalis. Kiai Wahid Hasyim sebagai representasi dari golongan islam tradisional atu NU, dalam rapat panitia tersebut membuahkan hasil dengan menambahkan acuan syariat Islam bagi pemeluknya, menurut dasar kemanusian yang adil dan beradab.

Tidak berhenti disitu saja perdebatan mengenai 5 sila tersebut, pada rapat selanjutnya, piagam Jakarta tersebut dipertanyakan kembali oleh tokoh nasionalis dan Kristen. Latuharahray, dari protestan, melontarkan dengan tegas kekhawatirannya mengenai ditambahkannya syariat islam dalam sila tersebut, yang berdampak pada perpecahan. “Dari NU sendiri yang diwakili oleh Wahid Hayim mengusulkan agar agama Negara adalah islam, dengan jaminan bagi pemeluk lain untuk dapat beribadah menurut agamanya masing-masing,” ungkap saiful hadi pada majalah Bangkit

Muhamad Hatta memanggil empat anggota panitia persiapan kemerdekaan yang diwakili oleh Islam. Antra lain yaitu: Ki Bagus Adi Kusumo, Kasman Singodimejo, Teuku Muhamad Hasan dan Wahid Hasim. Hasil rapat panitia tersebut berkat usulan Wahid Hasim yaitu mengenai digantinya syariat Islam dengan ketuhanan Yang Maha Esa.  Wahid Hasim sebagai representasi dari NU berperan penting atas persatuan bangsa Indonesia dengan kata lain beliau adalah pahlawan konstitusi Republik Indonesia yang menjungjujng tinggi persatuan dan kesatuan, tanpa menghilangkan nilai-nilai Islam dalam piagan Jakrta tersebut.

“Oleh sebab itu peran NU dalam mengawal NKRI tentu tidak diragukan lagi, Dan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi,” pungkasnya.(MHD) 

0 komentar:

Posting Komentar

TINGGALKAN PESAN ANDA, DENGAN BAHASA YANG SOPAN DAN SANTUN.